Kamis, 26 Mei 2011

Sopir Truk: DKI Arogan, Tangsel Juga Arogan

Thank you for using rssforward.com! This service has been made possible by all our customers. In order to provide a sustainable, best of the breed RSS to Email experience, we've chosen to keep this as a paid subscription service. If you are satisfied with your free trial, please sign-up today. Subscriptions without a plan would soon be removed. Thank you!
Puluhan truk antre melintasi ruas Jalan Raya Serpong di Tangerang Selatan, Banten, Rabu (25/5/2011). Tangerang Selatan akan menerapkan pelarangan truk bermuatan lebih dari 40 ton untuk melintas di kawasan Tangerang Selatan mulai Jumat (27/5/2011) ini.

Serpong (News Today) - Puluhan truk berjejer di pinggiran Jalan Wisma BCA BSD City, Jumat (27/5/2011) pagi. Mereka harus berhenti di pinggiran jalan yang menghubungkan wilayah BSD bagian barat dan Jalan Raya Pahlawan Seribu BSD City karena aturan larangan truk melintasi Tangsel yang dikeluarkan Pemerintah Kota Tangsel.

"Kami susah semua ini. DKI Jakarta arogan, Tangselnya juga arogan. Kami enggak boleh jalan ini, harus distop di sini dari jam 6 pagi sampai jam 10 siang," ujar Tatang, pengemudi truk dari PT Iron Bird Tanjung Priok, Jakarta Utara, kepada Kompas.com, Jumat pagi.

Tatang mengatakan, baik kebijakan Pemkot Tangsel maupun Pemkot DKI sama-sama membuat susah. "DKI tidak menghilangkan kemacetan, tapi malah memindahkan kemacetan ke Tangsel," ujar Tatang yang terlihat gusar karena sudah lelah dengan profesinya mengemudikan truk, ditambah pula dengan kebijakan pemkot yang sangat tidak berpihak pada kelancaran arus ekonomi tersebut.

Sopir yang mengenakan seragam PT Iron Bird berwarna biru itu mengatakan, biasanya dia mengemudikan truk yang memuat gas tersebut dari Cikampek menuju Tol Merak, Banten.

"Kalau dulu bisa langsung dari tol menuju tol, sekarang kan enggak. Kami harus keluar dari jalan tol Jakarta dan keluar di Serpong. Selain lebih lama waktu tempuhnya, kami juga mengeluarkan biaya besar untuk bahan bakar solar," ujarnya gamblang.

Tatang mengungkapkan, sejak kebijakan ini, dia harus mengeluarkan selisih biaya Rp 200.000 lebih besar untuk bensin sehari-hari. "Tadinya saya keluarkan Rp 400.000 untuk solar per hari karena macet dan harus memutar jalan, jadi habis Rp 600.000 per hari," keluhnya.

Asep, pengemudi truk lainnya, juga berujar, dia dilarang lewat jam seperti ini. "Kami boleh lewat nanti jam 10 pagi sampai jam 4 sore. Ya, terpaksa menunggu," katanya lagi.

Menurut Asep, salah satu solusi bagi aturan larangan truk oleh Pemkot DKI dan Pemkot Tangsel ini adalah penyatuan jalan tol Jakarta dengan jalan tol BSD City hingga Merak.

"Kan itu sudah ada tiang pancangnya dan sudah ada jalurnya. Coba mungkin jalan tol itu bisa disatukan, jadi truk ini nggak perlu keluar tol lagi, tapi langsung dari Jakarta menuju Merak," jelasnya.

Salah satu sopir truk kontainer lainnya, Junjung, mengatakan, jika hal seperti ini terus berulang, aksi demo para sopir truk adalah sebuah keniscayaan.

"Sampai kapan kami susah gini terus? Kalau sulit gini kami mau lewat, ya bukan enggak mungkin nanti ada demo puluhan ribu sopir truk di Jakarta atau Tangsel," kata Junjung.

Junjung merasa heran dengan kebijakan pengelola tol Jakarta-BSD City-Merak yang belum kunjung menyatukan ketiga tol tersebut.

"Padahal, keuntungan pengelola tol kan besar, dana ada, kenapa tidak disatukan saja? Jadi, kami, truk-truk, enggak perlu keluar tol, tapi tinggal tol ke tol saja," ujarnya.

Source : kompas

noreply@blogger.com (News Today) 27 May, 2011


--
Source: http://www.newsterupdate.com/2011/05/sopir-truk-dki-arogan-tangsel-juga.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar